Alunan nada mulai mengubah dirinya menjadi sebuah melodi
Di antara dawai gitar dan pesona jari mungilnya
Dan biarkanlah dentang waktu menemani sepucuk tetesan tinta
Tentang Rindu yang tak berujung, penuh semburat kelam
“ Untuk kamu,
Yang membuat jantungku berdetak lebih cepat.
Yang memulai menyusuri tapak demi tapak.
Hingga mampu merambah dimensi angka dan rasa.
Yang meninggalkan tapak menjadi jejak sang pemuja cinta.
Dan yang membuat jemariku terasa rapuh untuk hanya sekedar menulis
tentangmu.
Saat senja, saat matahari berwarna jingga, saat sang raja siang
benar-benar memancarkan pesonanya yang
mengingatkanku tentang alunan nada itu, alunan nada yang tercipta diantara
dawai gitar dan jari mungilmu, alunan nada yang mengubah dirinya menjadi sebuah
melodi. Melodi yang membuat bumi seorang tertawa riang waktu itu. Sampai
sekarang saat-saat itu masih terekam jelas di dalam otakku, sangat jelas!
Hidung yang tinggi, mata yang teduh,
potret diammu yang setenang embun, wajah pucatmu semuram kematian, pesona jari
mungilmu, dawai gitar dan berakhir pada melodi itu. Melodi yang pernah
membuatku sejenak berandai menjadi tulang rusuk yang kau cari. Melodi yang
pernah memukul dentam luka yang sangat dalam, teramat dalam. Melodi yang mengingatkanku
betapa perihnya mencintaimu. Melodi yang membuatku terpaku oleh mimpi panjang
yang tak pernah usai. Melodi yang pernah membuatku berharap menemukan sesuatu
yang sejati itu nanti dan melodi itu juga yang membuatku mampu mencintaimu
tanpa takut kehilangan cinta.
AlKaveza Qeralden! Apa kabar kamu?
Baik-baik saja bukan. Masih ingatkah kau dengan melodi itu? Melodi yang kau
buat selama 17 hari hanya untu kado ulang tahunku yang ke 17. Masih ingatkah
kau ketika kau terlihat sangat romantis saat memberikan kado itu untuk ku?
Senja telah menjadi saksi bisu tentang
kisah cinta kita berdua. CINTA, Cerita Indah Namun Terlukai Akhirnya, Bagaimana
tidak? Baru saja kau melukiskan sebuah kisah yang begitu indah bersamaku,
Sangat indah, namun baru saja juga kau melukiskan sebuah kisah yang melukaiku,
luka yang amat teramat luka. Semua
terjadi dengan sendirinya.
Aku terluka, Al. Kau meninggalkanku
begitu saja. Kau terlalu cepat…
Apakah disana kau masih
merindukanku?
Aku disini masih merindukanmu,
sangat merindukanmu. Al, Kau tau tidak ? Saat mengingatmu tubuhku terasa
lunglai, langkahku gontai. Kau buat otak ku hampir mati! Aku yang dahulunya
berharap kejadian itu hanya mimpi buruk. Tapi apa daya ku? Cepat atau lambat,
Mau atau tidak mau aku harus menerima semua ini menjadi sebuah kenyataan.
Kenyataan terpahit dalam hidupku. Bukankah kau tau? Apa yang ku genggam tak
mudah untuk aku lepaskan. Kita yang dahulunya sedekat nadi namun sekarang kita
harus sejauh matahari? Terlalu sulit untukku melewati hari-hari tanpamu.
Inginku berlari dan terlepas dari semua ini, aku terbelenggu. Aku semakin
tersiksa oleh harapan-harapan itu, harapan yang seperti lilin yang sedang
menyala diantara ribuan hembusan angin. Secara perlahan, dari detik ke detik
cinta ini mulai membunuhku secara halus, sedikit demi sedikit namun pasti. Ya,
begitu lemahnya aku waktu itu. Tapi kesetiaan dan cintamu layaknya kekuatan
untuk mencintaimu tanpa takut kehilangan cintamu sedikitpun. Sekarang aku
mengerti, kau memang pilihan hatiku tapi kau bukan takdirku. Kehilangan telah
mengajariku tentang arti menemukan dan
memilikimu. I love you. Baik baik di surga ya sayang.
~Senja, 17: 17
(Gadis Pita Merah)“
Gadis yang berkulit putih dengan hiasan pita merah dirambut
panjangnya meletakan sepucuk surat yang berbentuk hati itu di atas gundukan
tanah yang dipenuhi bunga.
Hari ini, angin sore terlihat bergerak lebih
kencang dari biasanya seolah olah ikut merasakan dentam luka yang masih tersisa
diantara puing-puing hati milik sang gadis hingga membuat bunga Sakura yang
bermekaran selama 2 minggu di tempat itu
mulai berguguran satu per satu. Berjatuhan. Dan dalam sekejap, barisan gundukan
tanah itu berubah menjadi samudra sakura. Dentang waktu menunjukan arah jarum
jam tujuh belas lebih tujuh belas menit, masih dengan samudra sakura dan pesona
senja di langit sore yang terpaku pada sebuah titik batu putih ber asma “Alkaveza
Qeralden”. Terdiam dalam waktu yang lama. Hening.
Tes.., Perlahan bulir air mata sang gadis mulai berjatuhan, matanya
terpejam “Aku mencintaimu Al, sangat sangat mencintaimu”.
***
“Bangun!! Semua yang berlalu hanya untuk dikenang bukan diharapkan
kembali. Yang lalu adalah sebuah kisah bukan lagi titah kehidupan. Ikhlas.
Lepaskan. Yakinlah kepadaNya yang Maha Segalanya, suatu saat nanti, kesedihanmu
akan diganti dengan kebahagiaan teramat-amat, kebahagian luar biasa, lebih dari
yang kau inginkan.
Kau, aku dan kisah kita tertulis sudah pada sebuah masa lalu,
sebuah masa yang baik dikunjungi namun buruk untuk ditinggali.
Kau tau? Darimu aku belajar mencintai seseorang dengan tulus, apa
adanya namun segalanya. Kau membuatku mengerti apa arti cinta yang sebenarnya,
cinta yang tak mengenal dimensi ruang dan waktu. Menemukan, mengenal dan
memiliki gadis yang benar-benar kuat dan hebat sepertimu adalah hal luar biasa
dalam hidupku. Terimakasih. I love you”
~Alkaveza
Qeralden
Tidak ada komentar:
Posting Komentar